Total Tayangan Halaman

Selasa, 21 Januari 2014

Makalah Filsafat Seni: Telaah Pemikiran Arthur Schopenhauer Abad ke-19


BAB I
PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang
Filsafat merupakan induk dari segala ilmu pengetahuan, karena dalam filsafat banyak ilmu yang dikaji. Filsafat adalah pandangan tentang dunia dan alam yang dinyatakan secara teori. Filsafat adalah suatu ilmu atau metode berfikir untuk memecahkan gejala-gejala alam dan masyarakat. Filsafat mempersoalkan soal-soal: etika/moral, estetika/seni, sosial dan politik, epistemologi/tentang asal pengetahuan, ontologi/tentang manusia, dan objek kajian lainnya. Dalam hal ini, penulis ingin mengkaji mengenai Filsafat Seni. Filsafat seni identik membahas mengenai  nilai rendah dan tidak rendah, karenanya lebih cenderung untuk diterapkan kepada soal seni. Namun, dalam filsafat seni dapat dikatakan subjektif. Filsafat seni mempersoalkan status ontologis dari sebuah karya seni dan mempertanyakan pengetahuan apakah yang dihasilkan oleh seni, serta apakah yang dapat diberikan oleh seni untuk menghubungkan manusia dengan realitas. Menurut kaum empiris dari zaman Barok, permasalahan seni ditentukan oleh reaksi pengamatan terhadap karya seni. Perhatian terletak pada penganalisisan terhadap rasa seni, rasa indah, dan rasa keluhuran (keagungan). Namun berdasarkan pernyataan tersebut, yang menjadi permasalahan adalah bahwa filsafat seni di satu pihak menekankan pada penganalisisan obyektif dari benda seni, di pihak lain pada upaya subyektif pencipta dan upaya subyektif dari apresiator. Hal tersebut menimbulkan persoalan mengenai filsafat seni. Dengan demikian, penulis akan mengkaji lebih dalam mengenai filsafat seni; definisi yang dikemukakan oleh para filsuf tetapi lebih menekankan dan mengkaji pada pemikiran filsuf Arthur Schopenhauer -  pemikiran, permasalahan, serta kritik dalam filsafat seni.



1.2       Perumusan Masalah
1.     Apa yang dimaksud Filsafat Seni?
2.     Kapan sejarah munculnya Filsafat Seni di dunia?
3.     Bagaimana perkembangan Filsafat Seni di dunia?
4.     Bagaimana pemikiran para Filsuf dari Barat mengenai Filsafat Seni?
5.     Siapa tokoh yang memprakarsai Filsafat Seni?
6.     Bagaimana jika Filsafat Seni dihubungkan dengan Filsafat Ilmu pengetahuan?
7.     Siapa Arthur Schopenhauer dan bagaimana profil kehidupannya?
8.     Bagaimana dasar pemikiran Arthur  Schopenhauer dalam Filsafat Seni?
9.     Bagaimana karakteristik filsafat seni jika dihubungkan dengan keindahan?
10.  Bagaimana Arthur  Schopenhauer menjadikan Filsafat Seni sebagai objek kajian yang menarik?
11.  Bagaimana objek kajian ilmu dalam Filsafat Seni?
12.  Apa pengaruh ketika Filsafat Seni terdapat di dunia?
13.  Bagaimana Teori Seni dan gerakan seni abad ke-20 dan kontemporer ?
14.  Apa kritik filsafat terhadap pemikiran Arthur Schopenhauer di era  modern?
1.3       Tujuan Laporan
1.     Untuk mengetahui definisi Filsafat Seni sebagai ilmu pengetahuan.
2.     Untuk mengetahui pemikiran filsuf dari  Barat mengenai Filsafat Seni?
3.     Untuk mengetahui salah seorang filsuf dalam Filsafat Seni: Arthur Schopenhauer.
4.     Untuk mengkaji dan menelaah dasar pemikiran Arthur Schopenhauer dalam Filsafat Seni.
5.     Untuk mengetahui peran Arthur Schopenhauer dalam Filsafat Seni.
6.     Untuk mengetahui peran Filsafat Seni dalam kehidupan Modern.
7.     Untuk mengetahui Teori Seni dan gerakan seni abad ke-19 dan kontemporer.

1.4       Manfaat Laporan
1.     Sebagai pengetahuan dan pemahaman bagi saya, mahasiswa, pembaca, maupun masyarakat secara umum.
2.     Sebagai informasi tentang Filsafat Seni jika diterapkan dalam kehidupan.
3.     Sebagai informasi dan pemahaman mengenai sejarah perkembangan Filsafat Seni.
4.     Sebagai pengetahuan dari Filsuf Barat mengenai pemikirannya tentang Filsafat Seni.
5.     Sebagai pemahaman mengenai hubungan Filsafat Seni dengan keindahan dan ilmu pengetahuan.
6.     Sebagai kritik filsafat tentang Filsuf Arthur Schopenhauer dalam pemikirannya tentang Filsafat Seni.













BAB II
LANDASAN TEORI
2.1       Pengertian Filsafat Seni
Untuk memahami filsafat seni atau estetika, terlebih dahulu kita melihat kedudukan seni dalam keseluruhan sistem filsafat filsuf ini. Istilah seni (art) berasal dari kata latin Ars yang berarti seni, keterampilan, ilmu dan kecakapan. Ada beberapa definisi mengenai seni dan filsafat seni yang dikemukakan oleh para filsuf seni. Diantaranya oleh G.W.F Hegel (1770-1831), seorang Filsuf Idealisme Jerman, berpendapat seni adalah medium material sekaligus faktual. Keindahan karya seni bertujuan menyatakan kebenaran. Baginya kebenaran adalah "keseluruhan". Sehubungan dengan gagasan kebenaran yang dikemukakannya, karya seni adalah presentasi indrawi dari ide mutlak (Geist) tingkat pertama. Dalam pemikiran Hegel, ide atau roh subyektif dan roh obyektif senantiasa berada didalam ketegangan. Ide-ide mutlak mendamaikan ketegangan ini. Maka sebagai ide mutlak tingkat pertama pada seni roh subyektif dan roh obyektif didamaikan. Subyek dan obyek kemudian berada didalam keselarasan sempurna. Menurut Arthur Schopenhauer sendiri,  seni merupakan segala usaha untuk menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan, tiap orang senang dengan seni musik meskipun seni musik adalah seni yang paling abstrak. Berbicara tentang filsafat seni, simbol-simbol perlu mendapat perhatian untuk mempertahankan segi “misteri” pengalaman manusia. Filsafat seni bagi para filsuf seni, berbicara mengenai ide, makna, pengalaman, intuisi, semua menunjukkan sifat simbolik dari seni. Pada awalnya, Socrates yang berpikir mengenai filsafat seni, sehingga Ia dikenal sebagai Bapak Filsafat Seni/Keindahan. Panggilan filosofis dalam konteks filsafat seni menuntut kerelaan, keterbukaan, dan tidak pernah prasangka apriori. Artinya, persoalan seni  dapat dibahas dari sudut pandang disiplin ilmu manapun. Dalam definisi mengenai seni merupakan proses cipta, rasa, dan karsa. Seni tidak akan ada bila manusia tidak dihadiahi daya cipta. Filsafat dan seni sebagai komunikasi yang kreatif, tetapi cara dan tujuannya berbeda. Filsafat adalah : usaha mencari kebenaran, sedangkan seni lebih pada kreasi dan menikmati nilai. Bahkan bila seni menggunakan bahasa seperti dalam sastra, penggunaan ini tidak sama dalam filsafat. Tujuan dari seni adalah membangkitkan emosi estetik, sementara dalam filsafat, bahasa adalah alat untuk mengucapkan kebenaran. Melalui filsafat seni, pemahaman tentang seni akan lebih kaya. Banyak hal yang dapat dipertanyakan. Namun, pertanyaan sebagai tantangan, bahwa filsafat seni adalah  bukan sekedar sejarah seni.

2.2 Sejarah Filsafat Seni/Estetika
Sejarah perkembangan estetika didasarkan pada sejarah perkembangan estetika di Barat yang dimulai dari filsafat Yunani Kuno. Hal ini dikarenakan estetika telah dibahas secara terperinci berabad-abad lamanya dan dikembangkan dalam lingkungan Filsafat Barat. Hal ini bukan berarti di Timur tidak ada pemikiran estetika. Sebagaimana filsafat sejarah menurut Hegel adalah sejarah filsafatnya itu sendiri, demikian pula filsafat seni tampaknya tidak lain dalam sejarah seni itu sendiri. Roh merealisasikan diri dalam waktu, dan itulah yang disebut dengan sejarah. Sejarah kesenian menguraikan fakta obyektif dari perkembangan evolusi bentuk-bentuk kesenian, dan mempertimbangkan berbagai interpretasi psikologis. Sepanjang sejarah filsafat, pandangan dan pendapat dari para filsuf tentang masalah estetis sangatlah bervariasi. Dalam buku Pengantar Filsafat oleh Jan Hendrik Rapar, Berdasarkan sejarah periode filsafat seni/estetika, pada abad pertengahan seni tidak begitu mendapat perhatian dari para filsuf. Itu karena gereja Kristen semula bersikap memusuhi seni karena dianggap duniawi dan merupakan produk bangsa kafir Yunani dan Romawi. Akan tetapi, pada saat itu filsuf Augustinus (354-430) memiliki minat cukup besar pada seni. Ia menciptakan suatu Filsafat Platonisme Kristen dengan mengajarkan bentuk-bentuk Platonis (Platonic forms) Sementara G.W.F Hegel (1770-1831) dan Arthur Schopenhauer 1788-1860) mencoba menyusun tata jenjang bentuk-bentuk seni itu. Bagi pemikiran Hegel, Arsitektur berada pada tingkatan paling bawah dan puisi berada pada puncaknya.
Secara garis besarnya, tahapan periodisasi estetika/seni disusun dalam delapan periode, yaitu:
1)     Periode  Klasik (dogmatik)
2)     Periode Skolastik
3)     Periode Rennaisance
4)     Periode Aufklarung
5)     Periode Idealis
6)     Periode Romantik
7)     Periode Positifistik
8)     Periode Kontemporer
A. Periode Klasik (Dogmatik)
Dalam periode ini para filsuf yang membahas estetika diantaranya adalah Socrates, Plato dan Aristoteles. Dari ketiga filsuf tersebut dapat dikatakan bahwa Socrates sebagai perintis, Plato yang meletakkan dasar-dasar estetika dan Aristoteles yang meneruskan ajaran-ajaran Plato.
Dalam periode ini ada beberapa ciri mengenai pandangan estetikanya, yaitu:
1.     Bersifat metafisik
Keindahan adalah ide, identik dengan ide kebenaran dan ide kebaikan. Keindahan itu mempunyai tingkatan kualitas, dan yang tertinggi adalah keindahan Tuhan.

2.     Bersifat objektifistik
Setiap benda yang memiliki keindahan sesungguhnya berada dalam keindahan Tuhan. Alam menjadi indah karena mengambil peranannya atau berpartisipasi dalam keindahan Tuhan.
3.     Bersifat fungsional
Pandangan tentang seni dan keindahan haruslah berkaitan dengan kesusilaan (moral), kesenangan, kebenaran serta keadilan.

2.3       Pernyataan Filsuf tentang  Filsafat Seni
Para filsuf mengemukakan pemikirannya pada Filsafat Seni. Pendapat dari Plato, yakni Seni adalah keterampilan untuk memproduksi sesuatu, bagi Plato apa yang disebut dengan hasil seni adalah tiruan (immitation), sebagai contohnya pelukis yang sedang melukis panorama alam sesungguhnya hanya meniru panorama alam yang pernah dilihatnya. Begitupun dengan Aristoteles, ia sependapat dengan Plato yang menganggap bahwa seni merupakan tiruan dari berbagai hal yang ada. Namun perbedaannya adalah, Plato menganggap bahwa seni itu tidak begitu penting meskipun karya tulisnya adalah karya-karya seni sastra yang tak tertandingi sampai sekarang ini, Aristoteles justru menganggap penting karena memiliki pengaruh besar bagi manusia.
Filsuf lain, Alexander Baumgarten (1714-1762), seorang filsuf Jerman adalah yang pertama memperkenalkan kata aisthetikal. Baumgarten memilih estetika karena ia mengharapkan untuk memberikan tekanan kepada pengalaman seni sebagai suatu sarana untuk mengetahui (The perfection of sentient knowledge).

2.4       Kritik Seni
Kritik seni termasuk dalam filsafat seni. Kritik seni merupakan kegiatan subyektivitas pada suatu bentuk artistik juga moralnya sebagai pencerminan pandangan hidup penciptanya. Pertimbangan berdasarkan ukuran sesuai dengan kebenaran berpikir logis. Maka kritik hampir selalu mengarah pada filsafat seni. Penjelasan lain mengenai kritik seni yakni sebagai bidang pengetahuan dan sebagai proses kegiatan.  Namun demikian, dalam arti umum sesungguhnya kritik adalah suatu penafsiran yang beralasan dan penghargaan terhadap suatu hal berdasarkan pengetahun, ukuran baku dan cita rasa yang bertalian dengan hal itu dari orang yang melakukanya. Jadi kritik lebih mengutamakan perbuatan yang bersifat pribadi, berdasarkan keyakina subyektif dan cita rasa perseorangan.













BAB III
PEMBAHASAN

3.1       Filsuf: Arthur Schopenhauer
3.1.1 Profil Arthur Schopenhauer
Arthur Schopenhauer adalah seorang filsuf Jerman yang melanjutkan tradisi filsafat pasca-Kant. Schopenhauer lahir di Danzig pada tahun 1788. Dia adalah putra dari Heinrich Floris Schopenhauer dan Johanna Schopenhauer. Kedua orang tuannya adalah keturunan orang kaya Jerman dan keluarga bangsawan. Ia menempuh pendidikan di Jerman, Perancis, dan Inggris.  Ia mempelajari filsafat di University of Berlin dan mendapat gelar doktor di Universitas Jena pada tahun 1813. Ia menghabiskan sebagian besar hidupnya di Frankfurt, dan meninggal dunia di sana pada 21 September 1860. Pada tahun 1814, Schopenhauer memulai pekerjaannya sebagai penulis dengan judul bukunya The World as Will and Representation (Die Welt als Wille und Vorstellung), Dunia sebagai Kehendak dan Gagasan.
(Arthur Schopenhauer)

3.1.2    Pemikiran Arthur Schopenhauer
Arthur Schopenhauer merupakan salah satu filsuf yang memberikan ide tentang filsafat seni/estetika yang berpengaruh pada abad ke-18. Dalam perkembangan filsafat, Schopenhauer dipengaruhi dengan kuat oleh Imanuel Kant dan juga pandangan Buddha. Pemikiran Kant nampak di dalam pandangan Schopenhauer tentang dunia sebagai ide dan kehendak. Schopenhauer mengembangkan pemikiran Immanuel Kant tersebut dengan menyatakan bahwa benda pada dirinya sendiri itu bisa diketahui, yakni "kehendak". Filsafat Schopenhauer hadir sebagai suatu reaksi terhadap filsafat Hegel. Dalam Hegel masih ditemui suatu optimisme rasional; segala ‘Ada’ akhirnya bersifat rasional, bermakna dan dapat dimengerti. Schopenhauer berbeda dalam hal rasionalitas dan kebermaknaan Ada tersebut; dasar ada tidak lagi rasional, melainkan irasional, dan tidak berbentuk kesadaran melainkan ketidaksadaran. Karya utama Schopenhauer, yang membuatnya terkenal, “Die Welt als Wille und Vorstellung” (Dunia sebagai Kehendak dan Presentasi) bermula dengan penilaian tentang hakekat dan batas-batas pemahaman, tetapi tidak dengan pernyataan-pernyataan dogmatis tentang prinsip-prinsip metafisika.
Ia mempengaruhi beberapa filsuf dengan pemikirannya. Bahkan, Hittler mengaguminya. Menurut Schopenhauer, dunia ini adalah representasi ide atau pemikiran kita. Realitas adalah kehendak itu sendiri. Akan tetapi, kehendak itulah sumber penderitaan manusia. Untuk melepaskan diri dari penderitaan, menurut Schopenhauer, kita harus menghilangkan kehendak egoistik, menyerah kepada kosmik, dan menolong sebanyak mungkin orang. Schopenhauer mempunyai sebuah undang-undang yang kuat. Pemikiran Schopenhauer banyak dipengaruhi oleh pandangan Buddha dan paham filsuf Imanuel Kant. Kekagumannya kepada keduanya itu amat besar. Hal ini terlihat dari ruang kerjanya dipasang dengan kedua patung tokoh tersebut. Pemikiran Arthur Schopenhauer berikut ini, antara lain:
1)     Dunia Sebagai Ide/Gambaran
Schopenhauer melihat dirinya sebagai bocah yang merevolusi Kant’s Copernican, sendirian membawa proyek masternya ke kesimpulan logika. Kant mempunyai argumen bahwa ada sebuah epistemic distingsi di antara dunia yang telah kita alami, dunia yang kelihatannya, dan dunia yang sebenarnya. Kita semua ide atau representasi. “Dunia adalah representasi saya,” tulis Schopenhauer. Schopenhauer membuka buku The World as Will and Representation-nya dengan kalimat, “The World is my idea”. Menurut Schopenhauer, benda yang dapat kita kenal adalah gambaran representasinya.
2)     Kehendak Hidup
Menurut Schopenhauer, ada dua aspek: di luar, yakni representasi, dan di dalam, yakni kehendak. Dunia adalah gambaran/kehendak. Kehendak adalah esensi dari kehidupan ini, kita hanya dapat mengenal dunia sesuai penampilannya kepada kita. Untuk dapat mengenal dunia, kita tidak mempunyai jalan masuk ke sana. Hanya ada satu pintu dan pintu itu adalah kehendak. Menurut Schopenhauer, kehendak itu bisa dimanifestasikan sebagai tubuh kita. Jadi, kita melihat representasi dunia dengan tubuh kita. Sebelum kita melangkah kepada pembahasan yang lebih jauh, terlebih dahulu kita melihat apa yang melatar belakangi pemikiran tersebut.
Di belakang pemikiran Schopenhauer, dapat kita temukan pemikiran Plato dan Immanuel Kant. Pengaruh Plato tampak pada pandangannya (thing in it- self) , dan Schopenhauer memahaminya sebagai sumber ide. Sedangkan, pengaruh Immanuel Kant dapat dilihat dalam pandangannya dalam dua dunia, yakni dunia noumenal dan fenomenal.  Dari pandangan mengenai pemahaman dunia itu, ada baiknya membahas dunia sebagai ide dan dunia sebagai kehendak.
a)     The world is my idea  merupakan kata pembuka dari karya besar Schopenhauer. The world as will and the world is idea. Maksud dari kalimat tersebut dapat dimengerti sangat “berbau”  kantian. Dalam kalimat tersebut, Schopenhauer menegaskan bahwa dunia eksternal yaitu dunia fenomenal, Hanya dapat diketahui melalui sensasi-sensasi atau ide-ide yang dapat kita terima. Disini dapat kita lihat bahwa peran subjek sangat dominan dalam pandangan Schopenhauer mengenai pengetahuan. Hal tersebut tentu dapat dipahami sebagai sebuah penolakan terhadap matrealisme. Dalam matrealisme kenyataan direduksi menjadi materi saja. Dengan menyatakan demikian, Schopenhauer menyangkal matrealisme. Bagaimana orang dapat menjelaskan bahwa pikiran merupakan hasil dari materi, jika kita mengetahui materi dari pikiran. Jika kita mengetahui materi dari pikiran?, Materi tidak pernah berdiri sendiri. Subjek memiliki otoritas atas materi. Tidak akan ada objek tanpa subjek, segala pengetahuan yang terdapat didunia ini merupakan konstruksi subjek. Melalui mata subjek melihat, melalui tangan ia meraba, dan melalui pengertiannya ia mengetahui. Dunia ide tak lebih hanyalah sensasi-sensasi belaka. Mereka tidak akan pernah berdiri sendiri tanpa adanya subjek yang mempersepsi. Dalam hal ini. bagi Schopenhauer dalam menyelidiki sesuatu yang benarnya, yang ditemukan hanyalah: kesan-kesan dan nama-nama. Jadi, dalam dunia fenomenal kenyataan merupakan objek dalam relasinya dengan subjek. Sebuah persepsi dari subjek yang mempersepsi, dengan kata lain dapat menyebutnya dengan Semu.
3)     Keselamatan dari Penderitaan Eksistensi
Bagi Schopenhauer, realitas adalah kehendak itu sendiri spiritual, bukan material - tetapi kehendak adalah penderitaan. Manusia terus-menerus berkehendak, terus berpindah dari kehendak satu ke kehendak yang lain. Menurut Schopenhauer, jalan keselamatan adalah Hindu. Penolakan terhadap nafsu, menghilangkan kehendak, membebaskan manusia dari ilusi dan penderitaan. Solusi dari permasalahan penderitaan ini adalah menghilangkan egoistis kehendak dan menyerah kepada kosmik. Estetika yang dikemukakan oleh Schopenhauer merupakan jalan keluar dari penderitaan, walaupun sifatnya hanya sementara. Penderitaan dalam hidup bisa disembuhkan oleh seni. Manusia yang hidup dalam keadaan patologis, dapat diangkat oleh keindahan seni. Schopenhauer menyebut seni-seni yang dapat mengatasi problem ini, seperti arsitektur, seni lukis, seni pahat atau patung, puisi dan musik. Dan, ia sangat meninggikan seni musik dalam filsafat Kehendaknya. Musik menjadi puncak dari segala bentuk seni yang lain.
4)     Moralitas
Menurut Schopenhauer, pada dasarnya manusia itu egois. Egoisme itulah yang melahirkan penderitaan. Untuk menghilangkan penderitaan itulah manusia harus melepaskan egoismenya, melepaskan diri dari kehendak, dan jalan moralitas adalah salah satu jalan pelepasan kehendak. Manusia harus melepaskan egoismenya dan menolong orang sebanyak yang dia mampu. Tampaknya Schopenhauer sangat terpengaruh oleh agama Hindu.
5)     Schopenhauer, Seks, dan Psikoanalisis
Bagi Schopenhauer, seks adalah “penegasan terhadap kehendak yang paling kuat. Itu kehendak hidupnya yang final dan tujuannya yang paling tinggi”. Oleh karena itu Schopenhauer memandang kelamin sebagai “fokus yang riil dalam kehendak”.

Dalam buku  karya Kumara Ari Yuana: 100 tokoh filsuf Barat abad 6 sampai abad ke-21, Schopenhauer dianggap berjasa karena  mempopulerkan pikiran Immanuel Kant dengan kombinasi unsur Filsafat Timur. Sifat uniknya adalah ia selalu melihat orang lain dengan curiga dan sinis serta kesan umum atas hidup adalah Pesimistik yang tak tergantikan. Hal tersebut tidak menjadikan Ia kehilangan rasa nikmat di dalam banyak hal, antara lain: musik, makanan, anggur, perjalanan, dan tamasya. Ketika merasa bosan, ia akan terlihat gembira dan hidup. Gaya tulisannya mempengaruhi pemikiran Friedrich Nietzsche dan Max Schler serta aliran “filsafat hidup”.


6)     Keputusan dan Hukuman
Schopenhauer menjelaskan seseorang yang hendak mengambil keputusan. Menurut dia, ketika kita mengambil keputusan, kita akan diperhadapkan dengan berbagai macam akibat. Oleh sebab itu, keputusan yang diambil memiliki alasan atau dasar. Keputusan-keputusan ini menjadi tidak bebas lagi bagi si pemilihnya. Pemilih itu harus diperhadapkan kepada beberapa akibat dalam sebuah keputusan. Segala tindakan yang dilakukan seseorang merupakan kebutuhan dan tanggung jawabnya.
Pemikiran khas Schopenhauer dalam estetika: Musik sebagai seni tertinggi
Musik sebagai Seni Tertinggi Menurut Schopenhauer, musik itu berdiri sendiri, berbeda dari seni-seni yang lainnya. Seni-seni yang lain mengulangi atau menyalin ide tentang eksistensi. Schopenhauer menyatakan bahwa seni-seni yang lain merupakan ungkapan dari Kehendak, sedangkan musik adalah Kehendak itu sendiri. Musik memiliki pengaruh yang sangat kuat pada inti kodrat manusia. Oleh karena itu, musik dimengerti dalam kesadaran sebagai ‘bahasa universal’.

Semua seni mempengaruhi kita secara menyeluruh dengan cara yang sama. Akan tetapi, pengaruh musik lebih kuat, lebih cepat, lebih bernilai, dan tak dapat salah. Selain itu hubungan representasinya dengan dunia lebih dalam dan tepat, karena musik dapat dimengerti oleh setiap orang. Titik banding antara musik dan dunia sangat jelas. Manusia memainkan musik sepanjang masa tanpa dapat menjelaskannya. Untuk mengerti musik secara langsung, orang meninggalkan semua klaim terhadap pemahaman langsung tersebut.
Ide merupakan objektivasi Kehendak yang mencukupi. Semua seni menggunakan representasi hal-hal pertikular untuk membangkitkan pengetahuan ini. Semua seni mengobjektivasikan Kehendak secara tidak langsung dengan menggunakan ide. Dunia merupakan manifestasi ide dalam penggandaan lewat ‘prinsip alasan memadai’ (principium individuationis). Prinsip ini dipakai oleh Schopenhauer untuk membedakan individu dari individu yang lain sebagai pengetahuan yang mungkin. Musik tidak tergantung pada dunia fenomenal, karena dunia adalah perwujudan ide; dan musik melampaui ide-ide. Seandainya dunia sudah tidak ada, musik tetap dapat ada. Musik tidaklah seperti seni lainnya sebagai tiruan, yakni sebagai ide. Musik merupakan objektivasi serta kopi seluruh Kehendak serperti dunia itu sendiri. Karenanya dampak musik menjadi begitu kuat dan langsung. Musik tidak berbicara tentang bayangan, melainkan tentang dirinya sendiri. Musik adalah bahasa tentang perasaan dan penderitaan manusia, sedangkan kata-kata merupakan bahasa akal budi. Dalam kodrat manusia yang paling mendasar terdapat suatu Kehendak yang selalu ingin agar Kehendaknya dipuaskan. Kebahagiaan serta kesejahteraan justru terletak di sini. Jika suatu keinginan tercapai, artinya ada suatu kepuasan dan kepuasan ini akan mencari keinginan baru lagi dan lagi. Sedangkan penderitaan adalah jika kepuasan ini tidak terpenuhi. Dalam musik Kehendak diwakili oleh melodi. Jadi, melodi mengungkapkan berbagai usaha Kehendak, dan kepuasan yang tercermin dalam interval-interval harmonis serta nada dasar. Melodi sebagai pengungkapan perasaan dan Kehendak manusia yang paling dalam merupakan sebuah karya jenius, dan tindakannya melampaui kesadaran biasa. Dalam semua seni konsep-konsep tidaklah bermanfaat serta mencukupi, karena para komponis mengungkapakan inti kodrat manusia paling dalam yang tidak dimengerti oleh akal. Maka dalam semua usaha untuk menjelaskan musik, konsep terlihat tidak mencukupi dan menjadi sangat terbatas. Seperti juga kebahagiaan atau penderitaan yang merupakan rasa puas yang terpenuhi atau rasa puas yang tidak terpenuhi, melodi dalam musik juga menggambarkan hal yang sama. Rasa senang atau gembira digambarkan dengan melodi yang ceria, lincah serta interval konsonan, sedangkan rasa sedih atau penderitaan diwakili oleh melodi yang lambat, melankolis, interval disonan yang menunjukkan kepedihan, keputusasaan atau kegalauan. Efek mayor dan minor dalam musik memang sangat mengagumkan. Perubahan akord mayor ke minor menimbulkan perasaan yang menyakitkan, seperti rasa sedih, cemas, kasihan dsb. Akord mayor membebaskan kita dari perasaan-perasaan demikian, karena ia mungkin memberikan rasa puas, seperti rasa tegar, gembira, optimis, dan lain-lain. Dalam buku Schopenhuer The World as Will and Representation (1819), Arthur Schopenhauer menulis bahwa “musik adalah jawaban dari misteri kehidupan. Kebanyakan tersusun dari segala seni, musik mengekspresikan pemikiran terdalam dari hidup.”

KESIMPULAN
Dapat dikatakan bahwa bagi Schopenhauer, seni bukan merupakan tempelan atau jiplakan saja. Estetikanya tidak dapat dilepaskan dari filsafatnya yang berpusat pada Kehendak. Kehendak adalah dasar dari semua hal, dan juga menjadi sumber penderitaan manusia di dunia ini. Dan manusia yang Kehendakknya tidak terpuaskan akan terus menderita dan mengalami kesengsaraan. Menurut Schopenhauer, seni membebaskan manusia dari tekanan Kehendak. Kehendak itu mengobjektivasi diri dalam seni. Objektivasi ini terjadi melalui dua cara. Pertama, melalui ide dalam bentuk seni arsitektur, seni lukis, seni pahat, puisi dan drama. Kedua, secara langsung tanpa perantara, yakni dalam seni musik. Inilah criteria kenapa musik mendapat posisi dan penilaian tertinggi dalam filsafat Schopenhauer.





DAFTAR REFERENSI
1)     Sutrisno, dkk. 2005. Kata kunci estetika filsafat seni. Yogyakarta: Galang press.
2)     Rapar, jan hendrik. 2010. Pengantar Filsafat: Pustaka filsafat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
3)     Yuana, kumara ari. 100 tokoh filsuf Barat abad 6 sampai abad 21.
4)     http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._SENI_RUPA.pdf. diakses pada 20 Oktober 2013 pukul 14:54 WIB.
5)     http://www.alikoto-artgallery.com/2012/12/kritik-seni.html. diakses pada 20 Oktober 2013 pukul 16:56 WIB.
7)     Filosofi Musik
http://www.bglconline.com/2013/02/filosofi-musik/. Diakses pada 22 Oktober 2013 pukul 17:43 WIB.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar